Studi tentang sosial budaya Indonesia yang mempengaruhi pekan olahraga nasional
Bulu tangkis diera tahun 1980an yaitu jamannya Rudi Hartono mejadi buah bibir masyarakat di seluruh tanah air kita, karena waktu itu atlit kita ini menjadi yang terbaik dalam perbulutangkisan di dunia, bahkan atlit ulet ini menjadi juara dunia 9 kali. Untuk tingkat Asia ataupun Asia tenggara olahraga ini bahkan lebih meroket lagi prestasinya, yakni karena sudah menjadi langganan memborong piala-piala setiap kejuaraan. Pastinya kita ketahui juga bahwa olahraga lainpun pernah menorehkan tinta emas di tingkat SEA GAMES, seperti sepak bola, pencak silat, dayung, atletik, dan lain – lain.
Suatu hal yang wajar apabila timbul kebanggaan yang luar biasa bagi atlit daerah yang menjadi tim andalan Nasional, dimana mereka berangkat dari kentalnya pembinaan khas daerah yang dipengaruhi oleh unsur-unsur lokal yang menjadi ciri kehidupannya. Seperti munculya tim sepak bola “Mutiara Hitam” dari Jayapura yang terkenal dengan perpaduan teknik dan fisiknya yang prima, sehingga menjadi langganan penghuni Pelatnas di Jakarta, berbeda lagi dengan tim dari Jawa Timur yang mayoritas mempunyai daya juang tinggi sehingga dalam pertandingan yang menentukan berusaha mati–matian untuk memenangkan kompetisi. Lain lagi ceritanya untuk cabang olahraga bulu tangkis dari jawa barat yang mepunyai teknik tinggi khas, dari mulai jamannya Ii Sumirat sampai ke Taupik Hidayat, mereka adalah produksi daerah yang betul–betul menjadi idola masyarakat Bandung Jawa Barat dan merupakan atlit terbaik di negara Bhineka Tunggal Ika ini.
Keragaman cabang olahraga unggulan dari setiap daerah yang melakukan pembinaan dengan dukungan pemerintah daerah , lingkungan masyarakat ataupun lingkungan geografisnya dari dahulu sampai saat ini adalah merupakan potensi untuk mendapatkan prestasi nasional dan internasional. Prestasi yag dicapai oleh daerah–daerah itu harus menjadi suatu motivasi untuk terus mengembangkan dan meregenerasikan kepada atlit–atlit muda yang menjadi harapan di masa datang. Bahkan prestasi yang dimiliki daerah ini harus menjadikan komoditas yang bisa mengangkat nama daerah itu dikenal dimata bangsa ataupun dunia. Sebaliknya kepopuleran suatu daerah akan menurun bahkan bisa hanya tinggal kenangan, apabila masyarakat dan unsur–unsur yang terkait tidak dapat melestarikan kebijakan pemerintah ataupun pola–pola pembinaan olahraga yang sudah berjalan dengan baik. Oleh sebab itu kita sebagai insan bangsa yang hidup di daerah mempunyai kewajiban untuk tetap menjaga sistim keolahragaan yang berlaku dapat berjalan dengan semestinya dan mempunyai proyeksi untuk lebih maju dimasa yang akan datang.
Wadah kompetisi potensi–potensi olahraga daerah dari tahun 1948 sampai masa sekarang ini adalah PON (Pekan Olahraga Nasional), yang dilaksanakan 4 tahun sekali. Tujuan dari kegiatan ini diantaranya sebagai evaluasi pembinaan olahraga di daerah dan untuk mempersiapkan atlit–atlit muda untuk berlaga ditingkat yang lebih tinggi (Sea Games, Asia, Dunia). PON ini juga adalah sebagai ajang pembuktian tingkat keseriusan Pemerintah Daerah dalam menangani olahraga dan sebagai suatu parameter dalam hal kompetensi pelatih/pembina serta para pengurus yang ada didalamnya. Selain sebagai tujuan utama untuk meningkatkan prestasi olahraga Nasional, dapat dirasakan juga sebag ai tempat silaturahmi akbar yang prakteknya terdapat kepentingan–kepentingan sosial yang justru dapat menumbuhkan rasa kesatuan dan kebesaran bangsa Indonesia.
Untuk mempersiapkan event olahraga nasional terbesar di bumi pertiwi ini ( PON), setiap daerah sudah memplaning untuk menentukan target yang cukup realistis. Dengan dana APBD dan dana stimulan yang dikucurkan dari pusat, beberapa daerah ada yang meginginkan menjadi bagian suksesnya pelaksanaan kompetisi ini dengan bersedianya menjadi tuan rumah pekan olahraga tingkat Nasional tersebut, yang pasti alasannya adalah terangkatnya reputasi dan prestasi daerah. Suksesnya suatu daerah dalam meraih tempat nomor wahid disetiap cabang olahraga yang dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Nasional akan membuat daerah itu terhormat dan tak mustahil menjadi sorotan mata setiap orang, selanjutnya akan menjadi modal untuk mempromosikan potensi–potensi daerah yang dimilikinya selain olahraga itu sendiri.
Konsep–konsep yang dimiliki oleh setiap daerah yang tujuannya untuk meningkatkan prestasi olahraga nasional kadang ada banyak pertentangan, yang disebabkan konsep yang diajukan itu tidak sesuai dengan satu atau beberapa daerah lain. Suatu contoh kasus adanya cabang olahraga yang tidak dipertandingkan oleh tuan rumah dengan alasan sarana dan prasarana yang kurang mendukung, padahal mungkin saja cabang olahraga yang dihapus tersebut adalah merupakan andalan untuk mendulang emas dari satu daerah atau lebih. Selain itu tentang peraturan pertandingan misalkan ada daerah yang memberikan usulan konsep tentang peraturan suatu cabang olahraga yang tidak boleh menggunakan pemain profesional, hal ini tentu akan mengundang folemik yang cukup alot untuk memecahkannya. Begitu juga perbedaan prinsip atau pandangan di lapangan antara pelatih ataupun atlit, ini pasti perlu juga perhatian bagi para panitia PON berikut wasit dan juri itu sendiri untuk tidak memihak kepada siapapun atau daerah manapun. Tentunya konsep–konsep yang terlalu mamaksakan kepentingan kedaerahan, kemungkinan akan menimbulkan konflik sesama daerah atau individu para atlit sehingga bisa mengganggu bahkan merusak pelaksanaan pertandingan dilapangan, yang pasti nilai–nilai bersifat nasionalisme yang ada dalam tujuan PON tersebut akan tercemar.
Persaingan yang terjadi di lapangan adalah bukan merupakan konflik, walaupun kompetisi tersebut bisa berpotensi menimbulkan konflik. Kalau kompetisi ini diatur oleh panitia PON dengan tidak memihak kesatu daerah (netral) dan semua tim mengikuti aturan tersebut dengan sportif, maka pertandingan ini akan sangat menarik. Terlebih lagi dalam Pekan Olahraga Nasional ini kadang pihak Pengurus Besar tiap cabang olahraga dalam hal ini Pelatnas menjanjikan merekrut bagi atlit yang juara serta mempunyai potensi untuk masa depan. Tidak kalah pentingnya juga pemerintah daerah seakan–akan merupakan suatu kewajiban untuk memberikan motivasi berupa hadiah atau bonus financial yang cukup besar bagi atlitnya yang mandapatkan rangking ke 1 (satu) sampai ke 3 (tiga), ditambah dengan didukung oleh penonton yang fanatisme daerah, maka kompetisi ini akan menampilkan pertandingan yang berkualitas dan semarak.
Disisi lain ada yang perlu mendapat perhatian bagi semua pihak tatkala motivasi atlit sudah terfokus kepada bonus yang sifatnya komersil, fenomena ini terjadi degan adanya manifulasi dalam suatu pertandingan yang menentukan tetapi hasil dari pertandingan itu sangat kontroversi dengan potensi kualitas atlit. Sebetulnya hal ini bukan rahasia lagi bagi kita, seperti atlit nasional yang handal dikalahkan oleh atlit yang skill- nya setingkat masih dibawah, motif-nya adalah atlit tersebut memperhitungkan untung rugi apabila memenangkan dan mengalah dalam petandingan tersebut yang dihubungkan dengan bonus dari kedua daerah yang bertanding. Namun hal ini bisa terjadi karena adanya pihak ke tiga yang memanfaatkan kepentingan individu yang mengatasnamakan kepentingan daerah. Sehingga sekandal yang seperti ini ataupun sekenario yang motifnya komersil harus dihilangkan, supaya dalam acara olahraga 4 tahuan ini tetap mempuyai misi yang baik secara umum yaitu untuk meningkatkan prestasi olahraga nasional di tingkat regional dan internasional.
PON tahun 2008 di Kalimantan Timur yang mempertandingkan 43 cabang olahraga adalah merupakan pelaksanaan yang cukup masuk akal menjadi bekal untuk bisa mengangkat nama baik bangsa Indonesia dikancah olahraga. Dengan banyaknya cabang olahraga yang dipertandingkan boleh dikatakan merupakan suatu strategi negara kita untuk mencanangkan munculnya atlit – atlit baru dari cabang olahraga yang mungkin sebelumnya tidak dipertandingkan selain cabang olahraga yang biasa menjadi langganan sebagai raja dilapangan. Bulu tangkis, dayung, balap sepeda, atletik, angkat berat dan lain –lain adalah merupakan andalan untuk menjadikan bendera merah putih sebagai kebanggaan negara Indonesia berkibar dihadapan bangsa – bangsa lain diarena Sea games (Asia Tenggara). Fenomena ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang bersatu dan berkualitas. Dengan lebih banyak lagi negara kita memberikan kesempatan kepada setiap daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan cabang olahraga yang menjadi unggulan setiap daerah , maka kita akan lebih kaya lagi degan prestasi – prestasi olahraga anak bangsa yang kemudian diharapkan dapat mengharumkan bangsa di negara – negara Asia Tenggara ataupun dunia pada umunya.
Pekan Olahraga Nasional adalah multi even yang menjadikan aset terbesar dalam menyumbagkan duta – duta olahraga nasional yang berkiprah di tingkat internasional, oleh karena itu kita perlu selalu mendukung dan menjadi bagian didalamnya sebagai pengembang dan peningkatan mutu olahraga. Bagaimanapun kita sebagai insane olahraga , dan hampir setiap hari kita selalu bergelut dengan hal yang berkaitan dengan olahraga tentu mempunyai peranan walupun memang tidak secara langsung dapat menghasilkan produk – produk atlit yang berprestasi tinkat nasional, seperti dikatakan oleh Santosa Giriwijoyo(2007:79) bahwa “anak yang berolahraga adalah atlit elit dimasa depan”. Sehingga sekolah sangat mendukung pelaksanaan PON, dan PON adalah sebagai Modal Anak Bangsa dalam Kancah Internasional.
IKIN SAHRIKIN